Judul
: Sepatu
Dahlan
Penulis
: Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books (P.T Mizan Publika), Cetakan I, Mei
2012
Tebal : 369 halaman
Harga : Rp62.000,00
Karir Khrisna Pabichara
sebagai penulis telah banyak melahirkan kumpulan cerita pendek, mengawini ibu:
Senarai kisah yang menggetarkan (Kayla pustaka, 2010). Dan novel sepatu dahlan
adalah buku ke-14 yang dianggitnya. Selain menulis Khrisna Pabichara juga bekerja
sebagai penyunting lepas dan aktif dalam berbagai kegiatan literasi. Dia bisa
disapa dan diajak berbincang berbagai hal, terutama pernak-pernik
#bahasaindonesia, lewat akun twitter-nya: @1bichara.Membicarakan
sosok Dahlan Iskan, maka kita akan teringat aksinya yang cenderung
kontroversial, seperti membongkar palang jalan tol, naik ojek untuk rapat
menteri, lebih sering memakai sepatu kets daripada pantofel mengkilat ataupun
menolak kendaraan menteri yang menjadi fasilitas, memang menjadi daya tarik
bagi Bapak DIS panggilan akrabnya di tengah-tengah pejabat kita yang sepertinya
makin rakus dengan harta benda, hingga gaji yang disediakan sudah besar, tetap
saja terasa kurang.
Hal-hal
unik dari Pak Dahlan inilah, yang mungkin menarik seorang Krisna Pabichara
untuk membuat sebuah “karya” khusus yang didekasikan untuk Pak Dahlan. Sangat
jarang, saya kira, tokoh Indonesia dibuatkan novel, tidak termasuk biografi,
hingga pasti “Sepatu Dahlan” adalah sebuah gagasan baru, berlatar belakang
kekontroversialan Pak Dahlan di masyarakat. “Sepatu Dahlan” sendiri adalah rangkaian dari novel
trilogi.
“Sepatu
Dahlan” diawali dengan prolog bertitelkan 18 jam kematian. Tokoh cerita, Pak Yu
Shi Gan, dilafalkan I se Kan akan menjalani operasi ganti liver di
sebuah rumah sakit di China. Operasi ini bisa saja berhasil, dan bisa juga gagal, hingga doa-doa kesembuhan pun banyak dikirimkan untuk Pak Yu. Tetapi, ternyata doa,dari
dirinya cukup: Tuhan,
terserah Engkau sajalah! Ketika dibius sebagai tahap awal operasi, alur pun
berubah, ke masa lalu Pak Yu di Kebon Dalem.
Pak Yu, nama kecilnya Dahlan, hidup di sebuah kampung
kecil yang bernama Kebon Dalem. Memiliki seorang Ibu yang rajin membatik, Bapak yang tegas dan pendiam , adik yang bernama Zain, dan dua orang kakak, Mbak Atun
yang sudah bekerja dan Mbak Sofwati yang masih kuliah. Keluarga Dahlan bukanlah
keluarga kaya, malah cenderung sangat miskin, sehingga Dahlan kecil sangat
bercita-cita memiliki sepeda dan sepatu, terutama sepatu, dua hal yang mustahil
rasanya untuk dimiliki.
Konflik dimulai, ketika Dahlan kecil, tamat SR ingin
melanjutkan sekolah ke SMP Magetan, sekolah favorit bagi anak-anak Kebon Dalem.
Hal ini ditolak Bapak mentah-mentah, yang bersikeras jika Dahlan tetap ingin
sekolah, maka pilihan satu-satunya adalah Tsanawiyah Takeran. Bukan tanpa
alasan, Pesantren Takeran memang menjadi sejarah untuk Bapak yang diasuh oleh
Kyai Mursyid, dan Ibu yang memiliki
banyak keluarga di Pesantren Takeran, hingga keduanya pun dijodohkan berkat di Pesantren
tersebut. Kedua kakak
Dahlan pun sekolah di sini. Dahlan kecil dilema, antara niat hati ingin ke
Magetan, di sisi lain harus taat dengan orangtua. Akhirnya, Dahlan melanjutkan
sekolah ke Pesantren Magetan, walaupun sempat ingin membohongi ayahnya agar ia bersekolah di SMP Magetan.
Jarak Kebon Dalem dan Pesantren Takeran adalah enam kilometer. Bukan jarak yang pendek,
apalagi tanpa sepeda dan sepatu. Bisa dibayangkan, kaki
Dahlan menjadi lecet-lecet, belum lagi sepulang sekolah tetap harus nyabit,
ngangon domba-domba miliknya.
Walaupun Dahlan sempat tak berniat sekolah di Pesantren
Takeran, hal ini dihapuskan ketika mendengar sambutan
Kyai Ilham, Dahlan kecil pun sadar dia harus bersungguh-sungguh sekolah. Di Pesantren
Takeran, Dahlan menjadi kapten tim voli, kemudian menjadi
pengurus Ikatan Santri, serta mendapat peringkat terbaik semasa nyantri
di sini. Dahlan juga memiliki sahabat di kala suka maupun duka yaitu Arif, Kadir, Imran, Komariyah dan Maryati.
Yang asyik di novel ini entah benar-benar terjadi bagi
pak Dahlan Iskan atau tidak, Dahlan kecil jatuh cinta dengan Aisha, gadis berambut panjang anak seorang
Mandor. Saking pemalunya Dahlan, sampai lulus
Aliyah pun, tak pernah dia mengutarakan perasaannya.
Dalam
Novel Sepatu Dahlan ini banyak terdapat pesan-pesan moral dan nilai-nilai
kehidupan yang dapat membantu kita dalam menjalani kehidupan.Novel ini juga
bukan hanya cerita tentang
Dahlan yang
memimpikan punya sepatu dan sepeda, lebih dari itu. Cerita dalam novel ini
sangat banyak menginspirasi dan cocok dibaca mulai dari ABG sampai orangtua. Cara pandang hidup yang
sangat bijaksana serta cara mendidik anak yang tepat bisa diambil dari kisah
ini.
Dari
novel ini juga bisa diambil Sebuah pelajaran berharga bagi semua orang. Tentang
mimpi, kesabaran, ketekunan, dan ketabahan dalam menghadapi berbagai rintangan
hidup ini.
Novel Sepatu Dahlan ini menggunakan
kertas yang berwarna sedikit kuning atau seperti kertas buram sehingga bagi
orang yang sudah tua mungkin agak sulit membacanya. Sedangkan
untuk penulisannya, saya agak kurang nyaman dengan gaya penceritaannya.Kadang-kadang
bahasanya terlalu berbunga-bunga (Sulit Untuk dimengerti) dan di beberapa
tempat ada pengulangan kata (misalnya,tentang Komariyah yg jd satu-satunya
bocah perempuan yang ikut ngangon). Juga tentang jeda sangat panjang antara Bab
29 saat Dahlan akhirnya berhasil membeli sepatu (kelas 3 Tsanawiyah) dengan Bab
30 yang berisi tentang kelulusan dari Aliyah dan kelanjutannya. Terasa sedikit
dipaksakan untuk cepat tamat
Yang paling mengesalkan dari novel ini, ketika mendekati ending
cerita, Aisha mengutarakan perasaannya lewat surat dan Dahlan pun membalasnya
dengan janji bertemu di Stasiun Madiun.Dan ketika saya membalik lembar berikutnya, ternyata sudah
epilog.
By Aldy ^_^
0 komentar:
Posting Komentar